Sabtu, 28 April 2012

Gua Pindul

Kenangan indah Kamis, 26 April 2012





Tugasku (CKD)


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit ginjal kronis (CKD), merupakan penyakit tidak menular progresif dan multi-sistem dimana mencakup spektrum klinis yang luas mulai dari fungsi ginjal yang terganggu sebagian sampai stadium akhir gagal ginjal (ESRF). Organisasi yang menaungi masalah ginjal di Inggris melaporkan 100 dari satu juta penderita penyakit ginjal kronis (CKD) memerlukan terapi pengganti ginjal dan menigkat jumlahnya sekitar 4% setiap tahunnya (Daugherty & Webb, 2010).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Bahan yang normalnya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam-basa (Goshorn cit Smeltzer & Bare, 2002)
Angka prevalensi gagal ginjal kronis meningkat akhir-akhir ini terutama pada populasi lanjut usia. Data menunjukkan bahwa saat program pengobatan penderita gagal ginjal tahap akhir (ESRD) didirikan pada tahun 1973 banyak populasi yang datang dari kalangan pemuda, orang sehat, berpendidikan, dan memliki motivasi yang tinggi. Berbeda pada empat dekade setelahnya dimana populasi berumur > 60 tahun justru banyak datang untuk mengikuti program terapi tersebut. Negara berkembang bahkan negara maju sekalipun seperti Amerika Serikat mengalami kenaikan prevalensi pada populasi usia lanjut mengenai kejadian gagal ginjal kronik (Stevens, 2010).

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Gagal ginjal adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif, yang terdiri dari gagal ginjal ringan, sedang, berat sampai dengan gagal ginjal terminal atau tahap akhir yang dinyatakan dalam hasil penghitungan dari laju filtrasi glomerolus (LFG) (Rigden, 2003).
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah  nitrogen lain dalam darah) (Goshorn cit Smeltzer & Bare, 2002).
Gagal ginjal kronik didefinisikan dengan nilai GFR <60mL/min/1.73m2 dan/atau kerusakan ginjal 3 bulan atau lebih (Stevens et al, 2010)

B. KLASIFIKASI
Dougherty & Webb (2010) membagi gagal ginjal dibagi menjadi 5 stage berdasarkan penghitungan Laju Filtrasi Glomerolus (GFR), yaitu:
1. Stage 1
Tahap ini dihasilkan nilai GFR > 90 ml/min/1.73m2 dengan kriteria ginjal masih berfungsi dengan normal tapi ada faktor struktur atau genetic yang mengarah menuju gagal ginjal.
2. Stage 2
Nilai GFR antara 60 – 89 ml/min/1.73m2
Sudah ada tanda-tanda penurunan fungsi ginjal yang ringan.
3. Stage 3
Nilai GFR antara 30 – 59 ml/min/1.73m2
Tanda-tanda penurunan fungsi ginjal mengarah ke progresif.
4. Stage 4
Nilai GFR antara 15 – 29 ml/min/1.73m2
Sudah terjadi kerusakan atau penurunan fungsi ginjal yang berat dan harus dipersiapkan untuk terapi pengganti fungsi ginjal.
5. Stage 5
Nilai GFR < 15 ml/min/1.73m2
Merupakan gagal ginjal terminal (ESRD) dan memerlukan terapi pengganti ginjal seperti CAPD atau hemodialisa.

C. PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi ginjal normal pada usia lanjut, tetapi sangat jarang berkembang menjadi gagal ginjal tahap akhir (ESRD). Dua masalah medis yang biasanya mendasari terjadinya gagal ginjal kronik adalah DM dan terkanan darah tinggi (Daugherty & Webb, 2010).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh yang semakin banyak timbunan sampah maka gejala akan semakin berat. Gangguan klirens renal, penurunan laju filtrasi glomerolus (GFR) merupakan indikasi adanya kerusakan sejumlah glomeruli sehingga pembuangan sampah yang dilakukan oleh ginjal tidak lagi maksimal (Goshorn cit Smeltzer & Bare, 2002).
Akibat kerusakan glomeruli maka fungsi ginjal akan terus menurun sesuai dengan derajat yang sudah dijelaskan di atas. Beberapa akibat dari peurunan fungsi glomeruli diantaranya adalah:
1. Retensi cairan dan natrium
Dalam keadaan terminal, ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal karena respon normal ginjal terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit oleh sehari-hari tidak terjadi sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
2. Asidosis
Asidosis metabolic terjadi karena ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam dikarenakan tubulus ginjal tidak mampu untuk menyekresikan ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-)
3. Anemia
Anemia terjadi karena produksi eritropoetin yang tidak adekuat, usia sel darah merah yang memendek, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami pedarahan akibat status uremik pasien yang buruk terutama dari saluran gastrointestinal..
4. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik. Jika salah satu meningkat, maka yang lain akan turun. Penurunan filtrasi melalui glomerolus ginjal berdampak bagi meningkatnya kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium sehingga akan menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi pada gagal ginjal tubuh tidak merespon dari adanya peningkatan parathormon tadi sehingga kalsium di tulang menurun untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan akan mempengaruhi densitas tulang ataupun penyakit tulang.
5. Penyakit tulang uremik
Disebut juga dengan osteodistrofi renal karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

D. MANIFESTASI KLINIS
Goshorn cit Smeltzer & Bare (2002), menjelaskan manifestasi disetiap sistem yang terkena dampak dari gagal ginjal karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan dan gejala bergantung pada bagian dan tingat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Manifestasi kardiovaskular, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosterone), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).
2. Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup pruritus yang disebabkan butiran uremik yang mengkristal di area permukaan kulit dari keringat.
3. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah, dan cegukan.
4. Perubahan neuromuscular mencakup perubahan tingkat kesadaran, hilang konsentrasi, kedutan otot, dan kejang.

E. PENATALAKSANAAN
Untuk menghindari terjadinya komplikasi potensial gagal ginjal seperti hiperkalemia, perikarditis, hipertensi, anemia, dan penyakit tulang dapat diberikan dengan pemberian antihipertensi, eritropoetin, suplemen besi, agen pengikat fosfat dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam darah. Diet juga diperhatikan pada pasien dengan CKD seperti pengaturan yang cermat terhadap masukan protein (susu, telor, daging) karena hasil sampah dari protein akan meningkatkan kadar urea, asam urat dan asam organik, masukan cairan untuk mengganti cairan yang hilang dan masukan elektrolit (kalium, natrium), masukan kalori yang adekuat dan suplemen vitamin harus dianjurkan (Goshorn cit Smeltzer & Bare, 2002).

F. ASKEP
Diagnosa
1. Ketidakseimbangan (kelebihan) volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi (kurang dari keb tubuh) b.d anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang program penanganan terapi.
4. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis

Tugasku (Stroke)


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan salah satu penyakit yang paling menakutkan karena hasil akhirnya yang bisa fatal baik meninggal dunia atau cacat tetap. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Stroke merupakan penyebab kecacatan serius menetap paling utama di seluruh dunia (Anonym, 2011).
Secara normal darah mengangkut oksigen dan nutrisi untuk sel – sel otak. Tanpa aliran darah, sel otak akan cepat mati. Setiap detik 32.000 sel otak yang tidak mendapat suplai oksigen akan mati. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030. Setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke di Amerika Serikat. Tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk membiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke (Anonym, 2011).
Stroke dibagi menjadi dua, yaitu ischemic stroke dan hemorrhagic stroke. Ischemic stroke terjadi karena sumbatan pada pembuluh darah sehingga sel otak tidak tersuplai oksigen secara adekuat. Hemorrhagic stroke terjadi karena adanya perdarahan pad otak. Faktor resikonya yaitu tekanan darah tinggi, fibrilasi atrial, kolesterol darah yang tinggi, perokok, diet yang tidak sehat, kurang berolahraga, diabetes dan peningkatan usia (WHO, 2012)



BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Stroke adalah hilangnya fungsi otak karena insufisiensi suplai darah ke otak, dan mengakibatkan hilangnya fungsi neurologis. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Bear et al, 2007).
Stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak. Adanya emboli baik dari udara ataupun kolesterol dapat menyebabkan ischemic stroke dan tingginya tekanan darah dan aterosklerosis dapat menyebabkan hemoragik stoke (WHO, 2012)
Stroke adalah hilangnya fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak karena adanya kulminasi penyakit serebrosvaskular selama beberapa tahun. Stroke terjadi karena adanya satu atau beberapa penyebab dibawah ini yaitu thrombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain), iskemia (penurunan aliran darah ke area otak), dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahah ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Konsekuensi dari berhentinya suplai darah ke otak akan menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi (McCabe cit Smeltzer & Bare, 2002).

B. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemorrhagic
Pada stroke hemorrhagic, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan menekan sel-sel otak disekitarnya Pendarahan dapat terjadi di seluruh bagian otak seperti caudate putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal, dan occipital cortex; hipotalamus; area suprakiasmatik; cerebellum; pons; dan midbrain (Lapchak, 2011).
Stroke hemorrhagic dibagi menjadi beberapa sub bagian (McCabe cit Smeltzer & Bare, 2002)
- Hemoragi Ekstradural (Epidural)
Suatu kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Hemoragi epidural biasanya disertai dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningen lain.
- Hemoragi Subdural
Pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya terjadi robekan pada jembatan vena. Oleh karena itu periode pembentukan hematom lebih lama dan menyebabkan kenaikan tekanan intracranial.
- Hemoragi Subarakhnoid
Terjadi karena adanya trauma atau hipertensi. Penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulasi Willisi dan malformasi arteri-vena congenital pada otak.
- Hemoragi Intraserebral
Perdarahan biasanya disebabkan karena hipertensi dan aterosklerosis serebral ataupun faktor usia (degenerative). Pada orang yang lebih muda (kurang dari 40 tahun) mengalami hemoragi intracerebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma, trauma, tumor otak, dan pengguanaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin)

b. Stroke Ischemic
Dalam stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.



C. PATOFISIOLOGI
Sawar darah otak yang merupakan jaringan endotelium di otak akan merespon kondisi cedera akibat stroke dengan meningkatkan permeabilitas dan menurunkan fungsi sawarnya, bersamaan dengan degradasi lamina basal di dinding pembuluhnya. Oleh sebab itu, pada kondisi akut, stroke akan meningkatkan interaksi antara sel endotelial otak dengan sel ekstravaskular seperti astrosit, mikroglia, neuron, dengan sel intravaskular seperti keping darah, leukosit; dan memberikan kontribusi lebih lanjut pada proses peradangan, disamping perubahan sirkulasi kadar ICAM-1, trombomodulin, faktor jaringan dan tissue factor pathway inhibitor (Hassan et al, 2011).
Di jaringan otak terdapat beberapa populasi sel dengan kapasitas untuk mensekresi sitokina setelah terjadi stimulasi iskemia, yaitu sel endotelial, astrosit, sel microglia dan neuron. Peran respon peradangan pasca iskemia dilakukan oleh sel mikroglia, terutama di area penumbra dengan sekresi sitokina pro-radang, metabolit dan enzim toksik. Selain itu, sel mikroglia dan astrosit juga mensekresi faktor neuroprotektif seperti eritropoietin, dan metalotienin. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan peran leukosit terhadap pathogenesis cedera akibat stroke seperti cedera di jaringan akibat reperfusi dan disfungsi mikrovaskular. Bukti-bukti tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian pokok yaitu:
- Terjadi akumulasi leukosit pasca iskemia hingga terjadi cedera jaringan
- Simtoma iskemia direspon dengan peningkatan neutrofil. Dalam percobaan dengan tikus, rendahnya populasi neutrofil dalam sirkulasi darah menunjukkan volume infark yang lebih kecil.
- Pencegahan adhesi sel antara leukosit dengan sel endothelial pada sawar darah otak dengan antibody monoclonal terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap cedera akibat stroke.
Akumulasi sel T terjadi pasca iskemia, dan diperkirakan merupakan penyebab terjadinya reperfusi (Granger & Mattson, 2007)

D. FAKTOR RESIKO
WHO (2012) membagi beberapa faktor resiko sebagai berikut:
1. Tekanan darah tinggi
Hipertensi akan merangsang pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh arteri dan arteriol dalam otak, serta menginduksi lintasan lipohialinosis di pembuluh ganglia basal, hingga menyebabkan infark lakunar atau pendarahan otak.
2. Fibrilasi atrial
Fibrilasi atrial merupakan indikasi terjadinya kardioembolisme. Sekitar 20% kasus stroke (iskemia) terjadi karena kardioembolisme. Kardioembolisme terjadi akibat kurangnya kontraksi otot jantung di bilik kiri, disebut stasis, yang terjadi oleh penumpukan konsentrasi fibrinogenHal ini merupakan indikasi status protrombotik dengan infark miokardial, yang pada gilirannya, akan melepaskan trombus yang terbentuk, dengan konsekuensi peningkatan risiko embolisasi di otak. Sekitar 2,5% penderita infark miokardial akut akan mengalami stroke dalam kurun waktu 2 hingga 4 minggu, 8% pria dan 11% wanita akan mengalami stroke iskemik dalam waktu 6 tahun, oleh karena disfungsi dan aneurysm bilik kiri jantung (Battista et al, 2011)
3. Kolesterol darah yang tinggi
4. Perokok
5. Diet
6. Kurang berolahraga
7. Diabetes
8. Peningkatan usia

E. PENANGANAN
Penderita stroke akut biasanya diberikan oksigen, dipasang infuse untuk memasukkan cairan dan zat makanan, kemudian diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak akibat infiltrasi sel darah putih. Kelumpuhan dan gejala lainn bisa dicegah atau dipulihkan jika rekombinan tissue plasminogen activator (rtPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan emboli diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke
Pasien yang koma saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk dan sebaliknya pasien yang sadar penuh biasanya menghadapi prognosis yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir antara 48-72 jam dengan memprioritaskan kepatenan jalan napas dan ventilasi (McCade cit Smeltzer & Bare, 2002).
F. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi, ukuran dan jumlah aliran darah kolateral. Fungsi otak bersifat irreversible.
McCade cit Smeltzer & Bare (2002) mengelompokkan manifestasi yang dapat terjadi pada serangan stroke, diantaranya yaitu:
- Kehilangan motorik
- Kehilangan komunikasi
o Disartria (kesulitan berbicara)
o Disfasia atau afasia (kehilangan bicara)
o Apraksia (tidak mampu melakukan tindakan yang sudah dipelajari sebelumnya)
- Gangguan persepsi
o Disfungsi persepsi visual
o Kehilangan sensori
- Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
o Kognitif (lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, kurang motivasi)
o Psikologik (emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, kurang kooperatif)
- Disfungsi kandung kemih

G. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral yang dapat diminimalisir dengan oksigenasi yang adekuat, penurunan aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah dan curah jantung serta integritas pembuluh darah serebral itu sendiri (McCade cit Smeltzer & Bare, 2002).

H. ASKEP
Pengkajian
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Respon terhadap gerakan
3. Respon terhadap stimulasi
4. Orientasi (tempat, waktu dan orang)
5. Kaji ada atau tidak adanya gerakan involunter pada ekstremitas, tonus
6. Kaji adanya kekakuan atau flaksid
7. Kaji reaksi pupil terhadap cahaya
8. Kaji TTV
9. Kaji kemampuan untuk berbicara
10. Kaji input output

Diagnosis Keperawatan
1. Keterbatasan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kelemahan
2. Nyeri b.d hemiplegia
3. Kurang perawatan diri (hygiene, toileting, berpindah, makan) b.d hemiparesis
4. Perubahan proses piker b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d kelemahan

Jumat, 27 April 2012

T M E


Tulisan ini saya ambil dari Young Enterpreuner

Michael Gerber melakukan survei dari 1 juta UKM di US. Berikut datanya...
40% Bisnis jatuh (tutup) di tahun ke 2;
80% jatuh di tahun ke 5;
96% jatuh di tahun ke 10;
Hanya 4% dari para pebisnis yang mampu bertahan, pertanyaannya mengapa?

Kita harus ingat tiga kata ini
TEKNISI                  > hidup di masa SEKARANG (tanpa T, bisnis tdk bisa jalan)
MANAGER              > hidup di masa LALU (analisa data,utk efisiensi bisnis)
ENTERPREUNER   > hidup di masa DEPAN (penuh inovasi, kreasi dan imajinasi)


Pengen tahu kelanjutannya...
hmmmm..to be continued


bisnisku

kenalin nih bisnis baruku